PEMERINTAH
KABUPATEN LEMBATA
DINAS
PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA
SMP
NEGERI 5 LEBATUKAN

MODUL
BELAJAR
KELAS
IX
SEMESTER
GENAP
BAB
IV
ORANG
BERIMAN MEMBANGUN PERSAUDARAAN DENGAN SEMUA ORANG
Kita hidup di Indonesia yang memiliki
warga masyarakat yang pluralis, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa,
adat-istiadat, dan keunikannya masing-masing. Sebagai umat beriman yang juga
sekaligus sebagai anggota masyarakat hendaknya kita memandang bahwa perbedaan
dalam pluralitas itu sebagai rangkaian mozaik yang dapat tertata dengan
indahnya. Perbedaan yang ada itu seharusnya membawa kita untuk mampu menerima
dan memeliharanya, karena di dalam perundang-undangan pun telah mengatur dan memberikan ruang untuk
dapat berkembang demi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kebersamaan dan kerja
sama yang baik dengan semua pihak, menjadikan cita-cita bersama dapat
dilaksanakan dan dinikmati dalam kebersamaan.
Dalam
bab ini, peserta didik diajak untuk semakin menyadari akan kebersamaaan dalam
berbagai bentuk pluralitas di tengah masyarakat. Oleh karenanya, dalam bab ini
akan dipelajari beberapa hal antara lain:
A. Kemajemukan Agama dan Kepercayaan: Berbeda
tapi Satu Tujuan
B.
Sikap Gereja Katolik terhadap Agama dan Kepercayaan Lain
C. Kebersamaan itu Indah
A. Kemajemukan Agama dan Kepercayaan:
Berbeda tapi Satu Tujuan
Kompetensi Dasar
1.8.
Menghargai sikap hormat dan persaudaraan sejati dengan penganut agama dan
kepercayaan lain
2.8. Bekerja sama dengan penganut agama dan
kepercayaan lain, selalu berusaha mengusahakan sikap hormat dan persaudaraan
sejati
3.8.
Menggali pemahaman tentang ajaran Gereja berkaitan dengan sikap hormat dan
persaudaraan sejati dengan penganut agama dan kepercayaan lain
4.8.
Mengadakan kunjungan kepada umat beragama lain
Tujuan Pembelajaran
Peserta
didik mampu
1. Menjelaskan
penyebab timbulnya konflik antar agama di Indonesia
2. Menjelaskan
pentingnya toleransi antarumat beragama
3. Menjelaskan
usaha / tindakan untuk menjaga kerukunan
umat beragama
4. Menjelaskan ajaran Gereja tentang kebersamaan
antarumat beragama
Materi
a. Penyebab
timbulnya konflik antar agama di Indonesia
Berikut penyebab timbulnya konflik antar agama di
Indonesia:
·
Adanya ambisi dari penganut atau
pemimpin agama yang ingin memperjuangkan kepentingan tertentu dengan
mengatasnamakan agama dan keyakinan sebagai alasan untuk mengadakan pertikaian
antarumat beragama.
·
Kurangnya umat memahami dan mendalami
agamanya secara benar, sehingga mudah dihasut dan diprovokasi oleh pihak lain
yang mempunyai niat jahat.
·
Fanatisme beragama yang berlebihan yang
disertai dengan sikap dan pandangan negatif terhadap agama yang lain.
·
Kurang mengenal, atau tidak mau mengenal
agama dan kepercayaan lain, sehingga selalu mengukur kebenaran berdasarkan
agamanya sendiri.
·
Menganggap agama dan kepercayaan lain
sebagai ancaman terhadap agama yang dianutnya.
·
Kurang cepatnya penanganan aparat
pemerintah dalam menangani isu-isu SARA, sehingga menimbulkan masalah yang
lebih besar.
·
Adanya kecemburuan sosial dalam hal
tertentu, misalnya dalam hal kesejahteraan hidup, sehingga memakai agama untuk
melampiaskan kekesalannya.
b. Pentingnya
Toleransi Antara Umat Beragama
Seperti kita sadari bersama, bahwa walaupun memiliki
banyak perbedaan, namun setiap agama memiliki tujuan mulia yang sama, yaitu
menghantar dan membimbing kita untuk menuju kepada kebaikan dan kebenaran yang
memungkinkan kita semua berbahagia baik di dunia maupun di kehidupan yang akan
datang. Setiap agama memiliki tujuan
akhir yang sama yaitu menuntun manusia menuju kepada Allah.
c. Usaha
/ tindakan untuk menjaga kerukunan umat beragama
Berbagai usaha dapat kita lakukan untuk menjaga
kerukunan umat beragama, misalnya berusaha untuk berteman dengan semua orang
dengan tanpa membedakan agama dan kepercayaan, selalu berpandangan secara
positif terhadap orang lain termasuk yang berbeda agama, mau hidup rukun dan
saling membantu antarumat beragama, saling memberikan salam dan ucapan selamat
pada teman yang merayakan hari besar agamanya, serta menghargai ajaran dan
peribadatan agama lain.
d. Ajaran
Gereja Tentang Kebersamaan Antar Umat Beragama
Gereja Katolik secara
nyata mendukung terciptanya persaudaraan sejati dalam kehidupan bersama,
termasuk dengan mereka yang berbeda agama dan kepercayaan, baik melalui dialog
kehidupan dan dialog karya. Karena semua bangsa merupakan satu masyarakat,
mempunyai satu asal, sebab Allah menempatkan seluruh manusia di bumi. Semua
mempunyai juga tujuan akhir yang satu: Allah. Penyelenggaraan-Nya dan bukti
kebaikan-Nya mencakup semua orang, tanpa kecuali. (bdk. Nostra Aetate. art. 1)
Berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga
kerukunan antarumat beragama, misalnya:
·
Berusaha untuk berteman dengan semua
orang dengan tanpa membedakan agama dan kepercayaan.
·
Selalu berpandangan secara positif
terhadap orang lain termasuk yang berbeda agama.
·
Mau hidup rukun dan saling membantu antarumat
beragama.
·
Saling memberikan salam dan ucapan
selamat pada teman yang merayakan hari besar agamanya.
·
Menghargai ajaran dan juga peribadatan dari
agama lain.
B. Sikap Gereja Katolik terhadap Agama
dan Kepercayaan Lain
Kompetensi
Dasar
1.8. Menghargai sikap hormat dan persaudaraan sejati
dengan penganut agama dan kepercayaan
lain
2.8. Bekerja
sama dengan penganut agama dan kepercayaan lain, selalu berusaha mengusahakan
sikap hormat dan persaudaraan sejati
1.7. Menggali pemahaman tentang ajaran Gereja
berkaitan dengan sikap hormat dan persaudaraan sejati dengan penganut agama dan
kepercayaan lain
4.8. Mengadakan kunjungan kepada umat beragama lain
Tujuan
Pembelajaran
Peserta didik dapat:
1. Menjelaskan sikap yang baik antarumat beragama
2. Menjelaskan sikap Gereja terhadap agama non
Kristiani dan kepercayaan lain
3. Menjelaskan sikap Gereja terhadap agama Kristiani
yang lain
4. Menjelaskan usaha untuk saling menghormati
antarumat beragama
![]()
![]()
Yesus Kristus
berfirman: …...” Barang siapa mengasihi Allah, ia harus mengasihi saudaranya”
(1Yoh. 4:21). Apa yang difirmankan Yesus
tersebut perlulah dimaknai dalam konteks yang luas, konteks yang universal,
artinya tidak terbatas pada iman yang sama atau agama yang sama. Jadi bagi umat
Kristen semua orang adalah saudara, dengan tanpa membedakan satu dengan yang
lain berdasarkan agama, kepercayaan, suku, ras, dan lain sebagainya. Gereja
senantiasa berjuang untuk mewujudkan persaudaraan itu menjadi persaudaraan yang
sejati. Persaudaraan yang didasarkan pada kasih yang saling menghargai,
mengasihi, dan peduli satu dengan yang lain. Mewujudkan persaudaraan berarti
setiap orang menjalankan kewajiban untuk menjalin persaudaraan dengan orang
lain dari berbagai suku, agama, ras, golongan, dan sebagainya dengan tidak
berpura-pura baik melainkan dengan serius, sungguh-sungguh, dan ketaatan secara
total. Dan Yesus telah memberikan teladan dalam hal membangun “persaudaraan
sejati” yakni kesetiaan Dia hingga rela disalib untuk kita. Salah satu hal yang
dapat kita lakukan untuk membangun persaudaraan adalah dengan mengusahakan
sikap yang baik, serta positif terhadap agama dan kepercayaan lain. Gereja
telah mewujudkan hal itu dengan senantiasa menunjukkan sikap yang baik terhadap
agama dan kepercayaan lain, yang dalam hal ini dituangkan dalam dokumen Gereja
yakni ”Unitatis Redintegratio, art.3”, juga dalam “Nostra Aetate Art.2”, yakni
Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama lain
serta mengajak seluruh umat Katolik agar dengan bijaksana dan cinta kasih
mengadakan dialog dan kerja sama dengan penganut agama dan kepercayaan lain
untuk menciptakan suasana kehidupan yang harmonis, rukun, dan damai. Disini
Gereja Katolik meninjau dengan cermat, sikapnya terhadap agama-agama non
Kristen dalam tugasnya memupuk persatuan
dan cinta kasih antar manusia. Gereja memandang bahwa kita adalah umat manusia
yang merupakan satu masyarakat, mempunyai asal dan tujuan yang satu yaitu
berasal dari Allah.
a.
Sikap Yang Baik Antarumat Beragama
Gereja memandang bahwa
kita adalah umat manusia yang merupakan satu masyarakat, mempunyai asal dan tujuan
yang satu yaitu berasal dari Allah
b.
Sikap Gereja Terhadap Agama Non
Kristiani dan Kepercayaan Lain


Gereja menghargai umat
Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belas
kasihan dan Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada
umat manusia. Sikap positif terhadap agama lain memungkinkan terjadinya
keharmonisan dalam berelasi. Sikap positif telah ditunjukkan oleh Gereja
terhadap agama dan kepercayaan lain, baik terhadap agama Kristen yang lainnya maupun
agama non Kristen.
c.
Sikap Gereja Terhadap Agama Kristiani
Yang Lain
Gereja menyadari ada banyak persekutuan Kristen
membawakan diri sebagai pusaka warisan Yesus Kristus yang sejati bagi umat
manusia. Mereka semua mengaku murid-murid Tuhan, walaupun berbeda-beda
pandangan dan menempuh cara/jalan lain.
d.
Usaha Untuk Saling Menghormati Antarumat
Beragama
Dalam membangun relasi
sosial dalam kehidupan umat beragama sikap saling menghormati dan menghargai
penganut agama, tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita; tidak
mencela/menghina agama lain dengan
alasan apa pun.
C. Kebersamaan itu Indah
Kompetensi
Dasar
1.8 Menghargai sikap hormat dan persaudaraan sejati
dengan penganut agama dan kepercayaan lain
2.8 Bekerja sama dengan penganut agama dan kepercayaan
lain, selalu berusaha mengusahakan sikap hormat dan persaudaraan sejati
4.8 Menggali
pemahaman tentang ajaran Gereja berkaitan dengan sikap hormat dan persaudaraan
sejati dengan penganut agama dan kepercayaan
lain
4.8 Mengadakan kunjungan kepada umat beragama lain
Tujuan
Pembelajaran
1. Setelah melakukan kegiatan membaca kisah
persahabatan dengan penganut agama lain serta dikusi dan refleksi
bersama,bersama, peserta didik dapat menceritakan pengalaman persahabatan
dengan penganut agama dan kepercayaan lain dalam kehidupan sehari-hari, dan
menjelaskan tindakan positif yang dapat diusahakan dalam mewujudkan kebersamaan
yang indah
2. Setelah
melakukan kegiatan membaca dan mendalami dokumen Gereja, peserta didik dapat
menjelaskan pandangan Gereja tentang pentingnya dialog antarumat beragama
![]()
![]()
Betapa bahagianya orang yang hidup dalam
suasana kehidupan yang penuh dengan persaudaraan. Hidup dalam persaudaraan
adalah hidup dalam semangat kasih. Kasih itu tidak membeda-bedakan, tulus, rela
berkorban, dan kasih itu mau terlibat
Bagi
umat Katolik, pengertian persaudaraan bukanlah dalam arti sempit yaitu
relasinya dengan sesama umat Kristiani dalam satu paroki atau mereka yang sudah
dibaptis sehingga menjadi anak anak Allah dan menjadi saudara. Dalam konteks
persaudaran Kristen, Kristus mengatakan : “… barang siapa mengasihi Allah, ia
harus mengasihi saudaranya” (1 Yoh 4:21). Perkataan Kristus tersebut perlu
dimaknai dalam konteks universal, artinya tidak terbatas pada iman yang sama
atau agama yang sama. Sehingga bagi umat Kristen, segala tingkat kehormatan
harus tunduk pada persamaan dasar: “Kamu satu sama lain adalah saudara!”
Jika menghayati dan mewujudnyatakan apa
yang difirmankan Tuhan, maka kehidupan persaudaraan yang penuh dengan keindahan
akan dapat kita wujudkan pula. Itulah keindahan kebersamaan dalam hidup yang
dapat kita usahakan. Keindahan dalam hidup kebersamaan tidak akan datang begitu
saja, namun perlu untuk kita usahakan. Berbagai bentuk kebersamaan yang indah
dapat kita lihat dalam kehidupan kebersamaan yang dibangun oleh masyarakat kita
antara:
1). Di lingkungan RT/RW tertentu ada kebiasaan silaturami di
mana dimana setiap hari raya Natal para warga yang muslim dan beragama lain
secara perorangan atau kelompok berkunjung ke rumah warga yang beragama Katolik
atau Kristen. Sebaliknya, pada hari raya Idul Fitri, seluruh warga berkumpul di
perempatan RT tersebut untuk bersama-sama bersilaturahmi dan saling mengucapkan
selamat baik oleh warga muslim maupun non muslim. Juga ada kegiatan saling
berkunjung pada saat Idul Fitri; 2) Di
beberapa Gereja Katolik, ada warga muslim yang tergabung dalam ormas
(organisasi kemasyarakatan) tertentu yang selalu membantu menjaga keamanan
dalam perayaan malam Natal atau malam Paskah; 3) Ada pula umat Katolik terlibat
dalam kepanitiaan pembangunan mesjid atau kepanitiaan kegiatan keagamaan umat
beragama lain; 4) Ketika terjadi bencana banjir, banyak sekolah Katolik yang
memberikan fasilitas sekolahnya sebagai tempat untuk mengungsi dengan tanpa
membedakan agama dan suku, tetapi bersama-sama mereka membangun kebersamaan dan
hidup saling membantu. Pengalaman-pengalaman indah itu hendaknya makin banyak
dilakukan dan makin menyebar sehingga pastilah dunia ini akan tersenyum,
terlebih Allah akan merasa bangga terhadap manusia ciptaan-Nya.
Sebagai pelajar, dapat juga mengusahakan
kebersamaan yang indah itu dengan ikut terlibat di dalam berbagai kegiatan
kebersamaan seperti itu. Secara lebih nyata lagi dapat dilakukan dengan
membangun persahabatan dengan semua teman tanpa membedakan.


Gereja, melalui dokumen “Unitatis Redintegratio Art.2” ada bagian yang menekankan pentingnya dialog
antarumat beragama agar tercipta kehidupan kebersamaan yang indah; “….. maka Gereja mendorong dialog dan kerja sama dengan para penganut
agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup
Kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan rohani dan
moral serta nilai-nilai sosio budaya, yang terdapat pada mereka.
Persahabatan
yang tulus adalah persahabatan yang tidak memandang berbagai perbedaan termasuk
perbedaan agama. Persahabatan yang demikian akan mewujudkan kebersamaan yang
menggembirakan bagi siapa saja yang bersahabat.
Usaha
yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kebersamaan yang indah bersama dengan
teman yang berbeda agama, antara lain:
- Saling memberikan
ucapan selamat kepada teman yang merayakan hari raya keagamaannya.
- Saling membantu antar
teman yang sedang menjalankan ibadahnya.
- Menghormati teman
yang sedang berpuasa.
- Ikut terlibat dalam
kerja bakti membangun rumah ibadah dan sebagainya.

Latihan
1.
Sebutkan
penyebab timbulnya konflik antar umat beragama di Indonesia
2.
Jelaskan
pentingnya toleransi antarumat beragama!
3.
Usaha
atau tindakan apa saja untuk menjaga kerukunan umat beragama?
4.
Jelaskan ajaran Gereja tentang kebersamaan
antarumat beragama!
5.
Jelaskan sikap yang baik antarumat beragama!
6.
Jelaskan
sikap Gereja terhadap agama non Kristiani dan kepercayaan lain!
7.
Jelaskan
sikap Gereja terhadap agama Kristiani yang lain!
8.
Apa
saja usaha yang dapat dilakukan untuk saling menghormati antarumat beragama?
9.
Jelaskan
pandangan Gereja tentang pentingnya dialog antar-umat beragama!
10.
Tindakan
positif apa saja yang dapat diusahakan untuk mewujudkan kebersamaan yang indah?
BAB
VI
ORANG
BERIMAN MEMBANGUN MASA DEPAN
Setiap remaja tentu memiliki cita-cita atau masa depan yang akan
diraih. Masa depan yang dicita-citakan oleh remaja saat ini merupakan suatu
masa depan yang masih perlu diusahakan dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Sebagai
remaja yang masih duduk di bangku sekolah, saat ini merupakan masa persiapan
untuk menggapai masa depan itu. Untuk itu perlulah bagi remaja selama masa
persiapan ini menggali dan menemukan panggilan dan jalan hidup yang nantinya
akan dipilih untuk diperjuangkan dan diusahakan. Remaja hendaknya sudah mulai untuk berpikir
dan kemudian menentukan cara hidup dimasa mendatang yang sesuai dengan bakat,
kemampuan dan berbagai jaminan lain yang mereka miliki.
Pada
bab ini peserta didik akan diajak mempelajari dan menemukan cita-cita atau arah
hidup mereka, juga diperkenalkan tentang panggilan hidup sebagai arah untuk
masa depan mereka. Dalam bab ini akan dipelajari pula tentang panggilan hidup
yang dapat dijalani sebagai orang beriman Kristiani yaitu panggilan untuk hidup
berkeluarga dan panggilan untuk hidup selibat. Dengan demikian, ada 3 subtema
yang akan dipelajari dalam bab ini, yaitu:
A.
Cita-cita demi Menggapai Masa Depan
B.
Sakramen Perkawinan
C.
Sakramen Tahbisan
A. Cita-cita
demi Menggapai Masa Depan
Kompetensi Dasar
1.9 Menghayati
pentingnya menyiapkan masa depan
2.9 Membiasakan diri memikirkan dan
merencanakan masa depan
3.9 Menggali pandangan
masyarakat tentang pentingnya cita-cita dan pandangan Gereja tentang perlunya
cita-cita
4.9 Membicarakan
tentang cita-cita yang dimiliki dengan orang tua
Tujuan
Pembelajaran
1. Setelah melakukan
kegiatan mengamati kisah perjuangan seseorang dalam menggapai cita-cita,
peserta didik dapat menjelaskan pentingnya memiliki cita-cita, dan menjelaskan
usaha yang dapat dilakukan untuk menggapai cita-cita
2. Setelah membaca dan
mendalami Kitab Suci, peserta didik dapat menjelaskan pandangan Kitab Suci tentang pentingnya merencanakan
masa depan

![]()
Cita-cita
merupakan keinginan atau kehendak yang akan kita wujud nyatakan, suatu
keinginan yang akan kita tuju, ataupun juga dapat kita sebut sebagai suatu
harapan yang senantiasa kita perjuangkan untuk kita dapatkan. Cita-cita yang
telah dicanangkan dan ingin digapai akan mempengaruhi seluruh proses persiapan
yang harus dijalani guna menggapai cita cita tersebut. Orang yang memiliki
cita-cita yang tinggi tentunya memerlukan persiapan dan usaha yang keras pula
untuk dapat menggapainya.
Cita-cita
penting untuk kita canangkan, sebab dengan cita-cita yang telah kita tentukan
akan menjadikan kita mempunyai harapan dan tujuan kita. pentingya/manfaat
cita-cita antara lain:
1).
Cita-cita dapat kita jadikan sebagai arah hidup. Dengan memiliki arah hidup
yang jelas maka segala daya upaya yang kita lakukan saat ini selama proses
belajar dan persiapan menggapai masa depan, diarahkan untuk menuju pada
pencapaian dari cita-cita kita. Sebaliknya seseorang yang tidak memiliki
cita-cita, akan cenderung arah hidupnya tidak jelas; mau menjadi apa kelak,
akan seperti apa masa depan yang dibangunnya juga menjadi tidak jelas; 2).
Cita-cita mempengaruhi pola pikir dan sikap. Cita-cita yang telah kita
canangkan, akan menjadikan pola pikir dan sikap kita senantiasa tertuju pada
pencapaian dari cita-cita itu sendiri. Cita-cita bahkan dapat mengubah ataupun
mempengaruhi segala pola pikir kita maupun sikap kita mulai saat ini, walaupun
terpenuhinya cita-cita itu masih lama.
Dalam
menentukan cita-cita tentunya kita tidak asal-asalan saja tetapi perlu
mempertimbangkan beberapa hal, misalnya: 1). Mengukur kemampuan kita. Kita harus mengetahui segala kelebihan dan
kekurangan kita, sehingga cita-cita yang kita canangkan sesuai dengan kemampuan
dan talenta yang kita miliki, dengan demikian akan memudahkan kita dalam
mengusahakan perencanaan dan persiapan, sebab sudah sesuai dengan kemampuan dan
talenta kita; 2). Bersikap realistis. Kita perlu bersikap realistis terhadap
keadaan dan kemampuan ekonomi yang kita miliki; 3). Selalu siap untuk
berubah. Cita-cita yang kita canangkan
saat ini, dapat saja dalam perjalanan mengalami perubahan. Kita harus siap
untuk adanya perubahan tersebut jika memang situasi dan keadaannya menuntut
semua itu; 4). Siap untuk bekerja keras
dan tidak mudah putus asa.
Paulus
dalam suratnya kepada jemaat di Filipi (Flp 3: 14) mengatakan, bahwa ia “ Berlari-lari
kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu: panggilan surgawi dari Allah
dalam Kristus Yesus” Itulah yang menjadi tujuan akhir dari segala
kegiatan yang kita lakukan, termasuk juga dalam memperjuangkan cita-cita. Dari
sini kita dapat melihat bahwa Kitab Suci memberikan gambaran bahwa setiap orang
hendaknya memiliki cita-cita dan berusaha berjuang (berlari-lari) untuk
menggapainya. Dan terlebih disini Paulus menyampaikan bahwa cita-cita akhir
dari hidup manusia adalah memperoleh panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus
Yesus.
![]()
·
Cita-cita merupakan keinginan atau
kehendak yang akan kitawujudnyatakan, suatu keinginan yang akan kita tuju, atau
juga dapat kita sebut sebagai suatu harapan yang senantiasa kita perjuangkan
untuk kita dapatkan.
·
Cita-cita yang telah dicanangkan dan
ingin digapai mempengaruhi seluruh proses persiapan yang harus dijalani guna
menggapai cita-cita tersebut.
·
Pentingnya atau manfaat memiliki
cita-cita antara lain:
a. Cita-cita dapat kita jadikan sebagai arah hidup.
b. Cita-cita mempengaruhi pola pikir dan sikap
·
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan misalnya:
a. Mengukur kemampuan kita.
b. Bersikap realistis.
c. Selalu siap untuk berubah.
d. Siap untuk bekerja keras dan tidak mudah putus
asa

·
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma,
Paulus mengajak kita untuk menyadari bahwa kita berhak dan bebas untuk
menentukan cita-cita kita masing-masing.
·
Selain itu, dalam suratnya kepada jemaat
di Filipi, Paulus juga menyampaikan bahwa tujuan akhir dari segala sesuatu yang
kita lakukan, termasuk juga dalam memperjuangkan cita-cita, adalah keselamatan.
Dan untuk mendapat keselamatan orang harus mengabdi Tuhan dan sesama.
·
Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose,
lebih jelas lagi Paulus menyampaikan kepada kita bahwa hendaknya kita dalam
mengusahakan cita-cita, senantiasa memperjuangkan dan mengusahakannya tetap
dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus, sehingga segala usaha dan daya upaya kita
berkenan di hadapan Tuhan dan mendapatkan berkat dariNya. Kitab Suci
mengajarkan kepada kita untuk senantiasa memiliki cita-cita (harapan untuk masa
depan) dan mengusahakannya dengan segenap kekuatan dan kemampuan kita.
·
Dalam mengusahakan hal itu senantiasa
menyandarkan pada bantuan dan kekuatan Tuhan sehingga menjadikan kita tetap
rendah hati dan tidak sombong.
B. Sakramen
Perkawinan
Kompetensi Dasar
1.10 Menghayati makna Sakramen
Perkawinan dan Sakramen Tahbisan
2.10
Menghargai kesucian Sakramen Perkawinan dan Sakramen Tahbisan sebagai panggilan
hidup
3.10 Memahami Sakramen Perkawinan dan Sakramen
Tahbisan sebagai panggilan hidup
4.10 Mengingat dan
merayakan hari perkawinan orang tua dan mendoakan agar makin banyak remaja yang
terpanggil menjadi biarawan/biarawati
Tujuan
Pembelajaran
1. Menjelaskan berbagai
pandangan tentang perkawinan dalam masyarakat
2. Menjelaskan
pandangan Gereja tentang perkawinan
3. Menjelaskan
perkawinan sebagai sakramen
4. Menjelaskan sifat
perkawinan sebagai sakramen
5. Menjelaskan tujuan
perkawinan menurut ajaran gereja

![]()
Setiap manusia,
tentunya senantiasa mengharapkan masa depan yang baik. Ada banyak tawaran dan
harapan yang dapat digapai demi masa depan kita. Salah satu tawaran dan bentuk
panggilan masa depan itu adalah hidup berkeluarga. Panggilan hidup berkeluarga
merupakan salah satu bentuk keikutsertaan manusia dalam karya Allah. Allah
memanggil manusia untuk ikut serta dalam karya pewartaannya untuk mewartakan
kerajaan Allah dan ikut serta dalam pemeliharaan alam ciptaan-Nya. Setiap
manusia yang hidup di dunia ini dipanggil oleh Allah untuk ikut serta dalam
karya tersebut. Panggilan hidup berkeluarga sering kita sebut dengan
perkawinan. Perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang
wanita atas dasar ikatan cinta kasih yang total dengan persetujuan bebas dari
keduanya. Namun demikian dalam masyarakat kita ada beberapa pandangan tentang
perkawinan, misalnya: 1). Ada orang yang memandang bahwa perkawinan sebagai kontrak
atau perjanjian; 2). Ada juga pandangan
yang hanya menekankan perkawinan dari segi tujuannya hanya untuk mendapatkan
anak atau keturunan, sehingga jika sulit mendapatkan keturunan maka perkawinan
dapat diceraikan. 3). Ada juga yang
menghubungkan perkawinan sebagai usaha untuk memperoleh status, harta warisan,
kekuasaan, dan sebagainya. Pandangan-pandangan tentang perkawinan tersebut akan
menentukan penghayatan hidup perkawinan itu sendiri.
Dalam Gereja Katolik
dasar perkawinan adalah cinta di antara dua orang (laki-laki dan perempuan)
yang mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Gereja Katolik memandang dan
memahami bahwa hidup berkeluarga itu sungguh suci dan bernilai luhur, karena
keluarga merupakan “Persekutuan hidup dan kasih suami istri yang mesra, yang
diadakan oleh Sang Pencipta, dan dikukuhkan dengan hukumhukumnya, dan dibangun
oleh janji pernikahan atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali.
Hal ini terungkap dalam
dokumen Gereja yaitu dalam Gaudium et Spes artikel 48; “Demikian
karena tindakan manusia yakni saling menyerahkan diri dan saling menerima
antara suami istri, timbullah suatu lembaga yang mendapat keteguhannya juga
bagi masyarakat berdasarkan ketetapan ilahi”
Dalam iman Kristiani,
perkawinan dipandang sebagai Sakramen. Perkawinan tidak hanya menyangkut
hubungan antara pria dan wanita, tetapi adanya keterlibatan Tuhan di dalamnya.
Oleh karena itu perkawinan dalam Gereja Katolik memiliki nilai yang luhur.
Dengan demikian berarti pula bahwa panggilan hidup berkeluarga juga memiliki
nilai yang luhur, sebab dari perkawinan itu sendiri yang juga luhur. Perkawinan
dalam Gereja Katolik disebut sebagai sakramen karena melambangkan hubungan
antara Kristus dan Gereja-Nya (lih. Ef 5: 22-33). Mereka akan hidup sebagai
suatu persekutuan seperti halnya hidup Gereja sebagai persekutuan. Mereka
adalah Gereja mini. Sebagai persekutuan, mereka bukan lagi dua tetapi satu
daging (OLK Kej 2: 24). Dengan hidup sebagai persekutuan yang didasarkan kasih
itulah, maka perkawinan memperlihatkan dan melambangkan kasih Allah kepada
manusia dan kasih Yesus kepada Gereja-Nya.
Perkawinan Katolik
hakikatnya monogam dan tak terceraikan. “Ciriciri hakiki perkawinan ialah
kesatuan dan sifat tak dapat diputuskan, yang dalam perkawinan Kristiani
memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen. (KHK Kan. 1056). Dalam
perkawinan Kristiani tidak dikenal adanya perceraian. Apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (lih. Mrk 10: 9). Selain
tidak terceraikan, perkawinan Kristiani bersifat monogam. Cinta antara seorang
suami dan seorang istri bersifat total atau tak terbagikan. Seorang suami harus
mengasihi istrinya seperti tubuhnya sendiri (lih. Ef 5: 28). Demikian juga,
istri terhadap suaminya.
Adapun tujuan
perkawinan Kristiani adalah kebahagiaan suami-istri sebagai pasangan, keturunan
atau kelahiran anak, pendidikan anak, dan kesejateraan masyarakat. Oleh karena
tiadanya anak/keturunan bukan menjadi alasan untuk terjadinya perceraian.
![]()
![]()


Latihan
dan Evaluasi
Bacalah
teks-teks Kitab Suci di Bawah ini dan kerjakan latihan dengan baik!

Latihan
a. Apa makna persatuan
laki-laki dan perempuan dalam perkawinan menurut bacaan di atas?
b. Apa tujuan
diciptakannya Adam dan Hawa menurut bacaan di atas?
c. Apa tujuan dari
perkawinan menurut bacaan di atas?


Latihan
a. Apa
makna perkawinan menurut bacaan Kitab Suci di atas?
b. Bagaimana
ciri atau sifat perkawinan menurut bacaan Kitab Suci di atas?
c. Apa tujuan dari perkawinan menurut bacaan di
atas?



Latihan
a. Jelaskan makna
perkawinan sebagai sakramen menurut bacaan di atas!
b. Bagaimana hendaknya suami istri bersikap
agar perkawinan tetap utuh dan saling setia satu sama lain?
c. Apa tujuan dari
perkawinan?
C.
Sakramen
Tahbisan
Kompetensi Dasar
1.10
Menghayati makna Sakramen Perkawinan dan Sakramen Tahbisan
2.10 Menghargai kesucian Sakramen Perkawinan dan
Sakramen Tahbisan sebagai panggilan hidup
3.10 Memahami Sakramen Perkawinan dan Sakramen
Tahbisan sebagai panggilan hidup
4.10
Mengingat dan merayakan hari perkawinan orang tua dan mendoakan agar makin
banyak remaja yang terpanggil menjadi biarawan/wati
Tujuan Pembelajaran
1. Setelah
melakukan studi pustaka atau browsing internet atau wawancara dengan guru yang
beragama Katolik, peserta didik dapat menceritakan hal-hal yang mereka ketahui
tentang imam dan upaya untuk mendukung kehidupan para imam
2. Setelah melakukan kegiatan diskusi, peserta
didik dapat menjelaskan arti dan hakekat Sakramen Tahbisan, menyebutkan syarat
untuk menjadi seorang imam.
![]()
![]()
Cara hidup berkeluarga bukanlah
satu-satunya pilihan hidup. Walaupun di dalam masyarakat pada umumnya hidup
dalam lembaga perkawinan yang lebih banyak dipilih. Panggilan hidup bakti dan
imam/selibat merupakan panggilan hidup yang khas. Mereka memberikan hidup dan
dirinya secara total kepada Tuhan untuk menjadi alat-Nya dan menjadi partner
bagi Allah sendiri dalam mewartakan kerajaan Allah di dunia. Seseorang berkenan
untuk memenuhi panggilan-Nya untuk hidup selibat, bukan karena mereka tidak
laku atau karena mereka tidak dapat berbuat apa-apa, melainkan karena kemauan
sendiri demi kerajaan Allah. Seperti yang dalam Matius 19:12; “…. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia
memang lahir demikian dari rahim ibunya dan ada orang yang dijadikan demikian
oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya
sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia
mengerti”.
Jadi mereka memilih cara hidup sendiri
dan tanpa paksaan tetapi atas kerelaan dan kesadarannya untuk melayani Tuhan
secara penuh dalam hidup sebagai seorang imam. Pilihan hidup imamat/selibat dipahami
oleh Gereja Katolik sebagai panggilan Allah. Hidup imamat merupakan panggilan
khusus. Panggilan khusus itu oleh Gereja Katolik dimeteraikan sebagai sakramen,
yakni Sakramen Imamat yang disebut dengan Sakramen Tahbisan.
Dengan sakramen tabisan seseorang
diangkat / diwisuda untuk menggembalakan Gereja dengan Sabda dan Roh Allah.
Sakramen Tahbisan ini melantik seseorang untuk ikut serta dalam tugas perutusan
Yesus Kristus. Mereka diangkat dan diakui sebagai wakil Kristus. “Barangsiapa
yang mendengar kamu, mendengar Aku” (Luk 10: 16). Mereka bertindak atas nama Kristus untuk
menghadirkan Ekaristi. Yesus pernah berkata, “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan
bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22: 19). Yesus juga mengutus orang-orang yang
dipanggil-Nya secara khusus untuk membaptis semua orang yang percaya (lih. Mat 28: 19-20), mengampuni dosa orang
atas nama-Nya (lih. Yoh 20: 22), dan membangun umat beriman sebagai satu tubuh
(lih. Ef 4: 11-12).
Menjadi seorang imam adalah merupakan
panggilan khusus, oleh karenanya untuk menjadi seorang imam pun ada
syarat-syarat khusus yang yang harus dipenuhi. Syarat untuk menjadi seorang
imam antara lain:
a. Seorang
pria normal yang telah menerima inisiasi Katolik
b. Belum
dan tidak akan beristri seumur hidup
c. Menyelesaikan
pendidikan filsafat, teologi, moral dan hokum Gereja, (pendidikan Seminari
yaitu pendidikan bagi calon imam)
d. Seseorang
yang ingin menjadi imam harus sehat secara jasmani dan rohani
e. Mempunyai
hidup rohani yang baik serta memiliki motivasi dan cita-cita yang kuat untuk
menjadi imam
Imam
/ biarawan / biarawati mengucapkan 3 kaul yaitu: Kaul Ketaatan, Kaul Kemiskinan
dan Kaul Kemurnian. Ketiga kaul ini diucapkan dan ditaati oleh para Imam /
biarawan / biarawati agar pelayanan yang dijalankan dapat dijalankan secara
penuh dan secara total. Para imam memiliki tugas pokok yaitu ikut ambil bagian dalam tri tugas Yesus
sebagai raja, nabi, dan imam yaitu mengajar, menguduskan, dan memimpin. Hal ini
diungkap dalam KHK Kanon 1008 yang
berbunyi: ”Dengan sakramen imamat yang diadakan oleh penetapan Ilahi, seorang
beriman diangkat menjadi pelayan-pelayan rohani dengan ditandai oleh materai
yang tak terhapuskan, yakni dikuduskan dan ditugaskan untuk selaku pribadi
Kristus Sang Kepala, menurut tingkatan masing-masing, menggembalakan umat Allah
dengan melaksanakan tugas mengajar, menguduskan dan memimpin.”
![]()
Bacalah
teks-teks berikut ini dan kerjakan latihan sesuai dengan pertanyaan yang
diajukan!




Latihan
1.
Sebutkan dan Jelaskan apa yang menjadi
dasar dari panggilan hidup untuk menjadi seorang imam menurut teks-teks di
atas!
2. Sebutkan dan Jelaskan apa saja tugas seorang imam
menurut ketiga teks diatas!

Evaluasi
1. Jelaskan
pentingnya memiliki cita-cita!
2. Usaha
apa saja yang dapat dilakukan untuk menggapai cita-cita?
3. Jelaskan
pandangan dalam Kitab Suci tentang pentingnya merencanakan masa depan!
4. Jelaskan
pandangan Gereja tentang perkawinan!
5. Jelaskan
perkawinan sebagai sakramen!
6. Jelaskan
sifat perkawinan sebagai sakramen!
7. Jelaskan tujuan perkawinan menurut ajaran
Gereja!
8. Jelaskan
arti dan hakekat Sakramen Tahbisan!
9. Apa
saja syarat untuk menjadi seorang imam?
10. Upaya-upaya
apa saja yang dapat dilakukan untuk mendukung kehidupan para imam?
CARILAH
SEPERTI MENCARI EMAS DAN KEJARLAH SEPERTI MENGEJAR HARTA TERPENDAM (Ams 4:2)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar